Selasa, 08 September 2009

Hakekat Ukhuwah

Orang mu’min itu bersaudara, laksana satu tubuh, seperti bangunan yang kokoh, berkasih sayang sesamanya dan saling mengucapkan “Saudaraku,sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah”. Hasan Al-Banna, seorang mujaddid dan muharrik dakwah, pun meletakkan ‘ukhuwah’ mendampingi ‘iman’.Siapa pun orangnya, pasti merindukan suasana ukhuwah yang kental.
Begitu pentingnya ukhuwah sampai-sampai Allah SWT dan Rasul-Nya SAW menyebut-nyebut ukhuwah dalam Al-Qur’an dan Hadits.

“Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa.
Bukan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
(Al-Maidah:2)


Meskipun rata-rata orang mendambakan ukhuwah, tapi tak sedikit yang tidak memahami hakekat ukhuwah.Contoh sederhana, saya mengajak kita semua menguji tingkat ukhuwah kita.
Caranya mudah. Pilih satu atau dua orang nama sahabat kita. Kemudian,buat list apa yang kita sukai darinya yang menyebabkan kita menyayanginya. Banyak bukan? Mungkin dia sangat perhatian pada kita, sering membantu kita, sering men-taushiyahi kita dengan cara yang kita sukai, penyabar, hobby kita mirip, enak untuk kerja sama dan sebagainya. Benarkah begitu?
Kalau benar begitu, maka sesungguhnya ukhuwah kita rapuh, sebab cinta kita ada pamrihnya.

Seperti cintanya seorang ibu. Apa yang menyebabkan seorang ibu mencintai anaknya, selain dari karena anak itu adalah anaknya? Apakah karena anaknya cantik, baik, penurut, berbakti, berprestasi? Bukan! Cinta seorang ibu tumbuh secara ikhlas bersamaan tumbuhnya janin di dalam rahimnya. Tak peduli, seperti apa rupa anaknya nanti, tak peduli seperti apa budi anaknya kelak. Bahkan, pintu maaf pun selalu terbuka untuk setiap tetes peluh dan air mata menyaksikan prilaku sang anak.

Lebih jauh, semestinya kita memahami bagaimana cintanya Allah SWT pada kita. Adakah sebabnya Allah mencintai hamba-Nya? Adakah seluruh nikmat yang diberikan sebagai tanda cinta-Nya memiliki sebab? Allah SWT tidak menginginkan apapun dari kita, sebab memang Dia tak butuh. Beribadah atau tidaknya kita, tidak akan mengurangi kekuasaan-Nya. Bukan hanya tanpa pamrih, cinta juga selalu bermakna pengorbanan, kasih sayang dan memberi.Inilah filosofi cinta yang sebenarnya.

Cinta seperti inilah yang mestinya kita bangun dalam berukhuwah. Karena dia mukmin, itu saja. Tentunya dalam hal ini defenisi mukmin adalah‘mukmin yang sebenarnya’, yang shaleh serta berkomitmen. Siapa pun orangnya yang kita temui, ketika dia beriman, maka perlakukanlah dia laksana bagian tubuh kita.
  • Tak peduli apakah dia menyenangkan atau tidak bagi kita.
  • Tak peduli apakah kerap kali dia membuat kita sedih atau menyakiti kita.
  • Tak peduli seberapa sering kita berbeda pendapat atau beradu argument dengannya dalam amanah-amanah kita.
  • Tak peduli, betapa sering dia membutuhkan bantuan kita, tanpa pernah berlaku sebaliknya.
  • Tak peduli betapa jauh perbedaan sifat dan hobby kita.
  • Tak peduli betapa sering dia mengacuhkan kita sementara kita selalu mengasihinya. Sebab semuanya itu manusiawi sekali.

Kalau ini yang kita bangun dalam ukhuwah, alangkah indahnya. Tak ada lagi ‘pilih-pilih’ teman.Tak ada lagi sakit hati karena tersinggung,yang kadang sampai menghindari berbicara dan bertemu. Tak ada lagi ‘hitung-hitungan’amal. Sehingga hati tenang jiwa pun tentram.

Dikutip dari : www.bening.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar