Beberapa hukum berpuasa
Di antara puasa itu ada yang harus dilakukan secara berkesinambungan (bersambungan) seperti puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat (tebusan) pembunuhan yang tidak disengaja, puasa kafarat zhihar, puasa kafarat persetubuhan di siang Ramadhan, dan jika seseorang bernadzar akan berpuasa berurutan.
Ada pula puasa yang tidak harus dilakukan dengan berurutan, seperti mengqadha’ (mengganti) puasa Ramadhan, puasa sepuluh hari bagi orang yang tidak mampu membayar hadyu, puasa tebusan sumpah (menurut jumhur ulama), puasa tebusan karena melanggar larangan ihram (menurut pendapat yang kuat) dan begitu juga puasa nadzar umum bagi orang yang tidak berniat berurutan.
Puasa sunnah itu dapat menutup kekurangan puasa wajib. Sebagai contoh adalah puasa ‘Asyura’, puasa Arafah, puasa pada hari-hari malam cerah (tanggal 13,14 dan 15), puasa Senin dan Kamis, puasa 6 hari di bulan Syawal dan memperbanyak puasa di bulan Muharram dan Sya’ban.
Ada larangan mengkhususkan hari Jum’at saja sebagai hari puasa [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Al-Fath, no. 1985] dan mengkhususkan hari Sabtu saja selain puasa wajib. [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, 3/111 dan dihasankan] Maksudnya adalah mengkhususkan hari tersebut tanpa ada sebab. Dilarang pula puasa sepanjang tahun dan melakukan wishal di dalam berpuasa, yaitu berpuasa dua hari atau lebih tanpa diselangi dengan berbuka puasa.
Haram hukumnya puasa pada kedua Hari Raya (Idul Fitri dan Idul ‘Adha) dan puasa pada hari-hari tasyriq, yaitu pada tanggal 11,12 dan 13 di bulan Dzul Hijjah, karena pada hari-hari tersebut merupakan hari makan-makan dan minum serta dzikir kepada Allah; namun bagi orang yang tidak mampu membayar hadyu (menyembelih seekor domba) melakukan puasa di Mina pada hari-hari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar